SeLamat datangg...


welcome...Sugeng rawuh...verwelkomen..benvenuto...gratus...willkommen...hougei...bem-vindo...

Senin, 05 November 2018

Demi Setetes Asi

Hasil pumping di sekolah


Melahirkan sang buah hati adalah pengalaman luar biasa. Tak terkira betapa bahagia buah cinta perkawinan menjelma dalam sosok bayi mungil, karunia tak terhingga dari Sang Pencipta. Menjadi ibu dan memberikan Asi eksklusif adalah wujud cinta terdalam untuk mempersembahkan yang terbaik. Namun ternyata tidaklah mudah untuk meneteskan Asi pertama kali. Di situlah perjuangan dimulai.

Rabu (25/7/2018) pagi pukul 06.30, bayi laki-laki pertama kami, Deogratias Putra Wicaksono lahir melalui persalinan normal. Penantian menghadapi sakitnya kontraksi sejak 12 jam lalu akhirnya terbayar sudah. Meski setiap bulan sudah kontrol rutin dan minum susu hamil, ternyata bobot bayi kami 2,280 kilogram dengan panjang 46 sentimeter. Kecil. Puji Tuhan, kondisinya sehat dan normal.

Beberapa jam setelah diperiksa, aku dipersatukan bersama bayiku di ruang perawatan. Menggendongnya pun aku masih kaku. Bibirnya tidak selalu beradu dengan putingku. Setiap kali bibir mungil itu mengenyot, entah karena tumpuan tangan yang tidak pas atau posisi punggungku yang kurang menunduk, akhirnya terlepas. Berulang kali demikian. Hingga buah hati kami menangis sekaligus tampak kelaparan.

Memang bayi yang baru lahir bisa bertahan sekitar 3 hari tanpa asupan makanan dan minuman, tapi dengan kondisi air susu yang juga belum keluar membuatku semakin stres dan bimbang. Praktis 24 jam pertama bayiku tidak minum apapun. Prihatin atas kondisi itu, sang perawat di rumah sakit menyarankan untuk pemberian susu formula. Saya dan suami semakin bimbang. Ingin rasanya segera memberikan asi, tapi ternyata asi belum keluar, dan saya sudah merasa kasihan pada si kecil. Apalagi dia lahir dengan berat badan yang agak kurang. 

Saya sempat konsultasi dengan suster di Rumah Sakit. Bahkan saya sudah mengisi form pemberian susu formula dan saya sudah memilih susu formula apa yang akan saya berikan kepada si kecil.  Tentunya perasaan campur aduk dan tidak karuan yang ada dalam hati saya. Akhirnya setelah berdiskusi dengan suami dan dengan keyakinan bahwa asi-ku bisa keluar, saya pun tidak jadi menandatangani form pemberian susu formula tersebut.

Semalaman aku gelisah di rumah sakit, tetapi aku tidak menyerah untuk memberikan putingku sebelah kiri pada bibir bayiku. Meski berulang kali kembali terlepas, menjelang pulang asiku sudah dapat keluar setetes demi setetes. Ada sedikit kelegaan, tapi juga kekhawatiran lainnya muncul karena bobot bayiku susut 100 gram menjadi 2,1 kilogram.

Di rumah, sedikit demi sedikit bayiku menyesap asi dari puting kiriku. Puting sebelah kanan masih belum dapat dikenyot bayiku karena puting kananku tidak keluar atau mendelep (bahasa Jawa) masuk ke dalam. Perjuangan berikutnya dimulai. Suami mencoba membelikan pelindung puting susu. Setelah dicoba beberapa kali, ternyata susah juga dan tidak keluar asinya pada puting sebelah kiri.

Deogratias Putra Wicaksono


Kemudian, kami mencoba membeli alat pemompa asi manual yang harganya mencapai Rp 700.000. Asi bisa keluar tetapi puting tetap kembali tenggelam. Hari-hari terus berlalu, suami pun mencoba membeli alat pemompa asi manual yang sederhana berbentuk seperti terompet dan harganya Rp 15.000. Dengan pengandaian daya sedot yang lebih kuat, alat pompa asi itu dipakai sekaligus berbarengan dengan pelindung puting susu. Harapannya puting tersedot ke luar mengikuti bentuk pelindung puting. Upaya itu sempat berhasil, tetapi hanya beberapa menit saja lalu kembali tenggelam.

Bahkan, nasihat orangtua agar puting ditali menggunakan benang sudah kucoba. Rasanya perih sekali ketika benang yang tipis itu melilit ujung puting. Belum lagi terpasang, benang itu berulang kali juga terlepas. Ah, rupanya realita tidak selalu sejalan dengan harapan. Inginnya memberi asi eksklusif dengan lancar dan berkualitas, tetapi ada saja kendala-kendala teknis yang memeras emosi. “Kalau lihat orang lain menyusui rasanya mudah dan gampang,” kataku iri dalam hati.

Segala upaya itu terus kucoba tanpa putus asa meski tak jarang aku menangis galau. Namun, perlahan tetapi pasti, puting sebelah kanan mulai dapat keluar dan bisa dihisap bayiku. Pada usia satu bulan, ketika ditimbang di posyandu, Puji Tuhan bobotnya sudah naik menjadi 2,8 kilogram. Rasa senang dan syukur segera terucap. Kemudian aku semakin bersemangat memberikan asi eksklusif bagi bayiku. Setiap dua jam sekali, baik siang maupun malam, selalui kususui bayiku. Bulan kedua, bobotnya naik menjadi 3,6 kilogram, dan bulan ketiga sudah mencapai 5,4 kilogram.

Perjuanganku demi setetes asi eksklusif sangat berliku. Seringkali membuat pilu, tetapi aku tidak ragu akan khasiat dan manfaat asi eksklusif ini bagi perkembangan serta kesehatan bayiku. Makanan bergizi, sayur, buah, protein, dan susu bagi ibu menyusui juga kukonsumsi demi kualitas asiku. Kini meskipun aku sudah selesai cuti dan kembali bekerja sebagai guru, asi bagi bayiku tidak pernah terputus. Setiap malam aku selalu memompa asi dan kusimpan di dalam lemari es. Demikian juga di sekolah, saat tidak mengajar, aku menepi ke ruang UKS untuk memompa asi dan kusimpan ke dalam cooler bag.

Bahagia rasanya bisa memberikan tetes demi tetes asi eksklusif bagi buah hatiku. Seribu hari pertama memberikan asi adalah komitmenku dan suami agar tumbuh kembang bayi kami senantiasa optimal, sehat, cerdas, serta berprestasi jadi kebanggaan keluarga juga bangsa. Semoga.

#1000HariTerbaik
#1000HariPertamaAnanda 

Selasa, 05 Juni 2018

Dieng Culture Fest 2017

Dieng Culture Fest 2017...
Ini foto random banget, ada tentang acara Dieng Culture Fest, ada foto-foto main2 ajaa....


Danau 3 warna, tapi pas ini cuma satu warna. Lokasinya ngga jauh dari lokasi DCF. Bagus banget ini danau. Sejuk banget juga. Tapi kalau lama2 disini, bau belerang semakin menyengat. 

Ini di Kawah Sikidang. Lokasi cukup terjangkau dari lokasi DCF. Dari parkiran harus jalan dulu, tapi ngga jauh banget kok. Udara yang dingin dan sejuk serta banyak penjual makanan disepanjang jalan membuat perjalanan dari parkiran sampai kawah tidak terasa. 

Ini dia Kawah Sikidang

Ini jalan menuju ke Sumur Jalatunda. Tangganya lumayan tinggi. Pemandangannya sampai di atas? Ya sumur gitu. Sumurnya luasss banget. Mitosnya kalau bisa melempar batu sampai ujung sumur, permintaan kita akan terkabul. Kayaknya gampang kan? Tapi, ternyata susah lho... Disana juga ada bapak2 yang jual batu untuk dilempar gitu. 

Ini juga di anak tangga menuju Sumur Jalatunda

Ini dia panggung Dieng Culture Fest 2017. Baguss bangetttt....


Ini dia...Bagus kann... Kemarin artis yang datang ada Anji dan Katon Bagas Kara. Di malam pertama ada Anji, terus malam kedua ada Katon Bagas Kara. Huuu indah sekali lah kayak nonton konser... Terus ada Gubernur Jawa Tengah juga, ikut nyanyi bareng Katon. (Tapi ini ngga ada foto2 artisnya ;(   )

Firework.... Bagusss banget...Fireworks nya ngga habis-habis gituu...

Lenterns.... Ini juga bagusss bangett... Hampir semua yang datang ke DCF membawa lampion, jadi semua mencoba menghidupkan lampion masing2. Tapi, lampionku dan Mas Dika ngga hidup..Hidup sih, tapi ngga bisa terbang. Hiks.. Banyak juga lampion yang nyampar2 kepala orang. Pokokny tetep bagus bangettt deh...

No caption needed :)

Nah ini di Puncak Sikunir. Tapi sayang banget ngga bisa lihat sunrise karena suasanya sedang mendung. Hikss...



See you again Dieng... Besok kesini sama dedek bayikk :)

Rabu, 23 Mei 2018

Dieng Culture Fest 2017 #First Day

Dieng Culture Fest? Apaan itu?

Mas Dika mau liputan Dieng Culture Fest 2017. Sepertinya menyenangkan sekali...
Dieng? Dimanakah itu? Aku sama sekali belum pernah ke daerah Dieng...
Jadiii aku mau ikut lah!

Hari Jumat pagi mas Dika udah berangkat pakai mobil.
Jumat sore sekitar jam 5 an aku naik travel sampai ke Mie Ongklok yang terkenal di Wonosobo.
Karena sama sekali belum pernah dan juga ngga ada banyangan tentang dimana Mie Ongklok Wonosobo, berkali-kali aku bilang sama Pak Sopir kalau aku berhenti di Mie Ongklok. Sampai-sampai Pak Sopirnya kayak sebel, "Iya mba, masih jauh" jawab Pak Sopir untuk ketiga atau keempat kalinya.

Akhirnya aku sampai di Mie Ongklok, dan ternyata warungnya tutup! MAs Dika nunggu di pinggir jalan dekat Mie Ongklok itu. Setelah itu kami menuju Dieng, tapi sebelumnya kami makan Mie Ongklok yang dipinggir jalan, tapi ramee juga...

So, apakah itu Mie Ongklok? Mie Ongkolok kalau menurutku kayak mie ayam trus ada kuah2 yang kenthel kayak lengket2 gitu, terus cocoknya sama sate sapi. Enak? Menurutku sih enak, apalagi lapar dan dingin yaa...
Ini dia mie ongklok dan sate sapi...Enyakkk :D 

Selesai makan, kami menuju Hotel di Dieng. Asyikkk ke Dieng. Jalan menuju Dieng sama seperti jalan menuju gunung pada umumnya, berkelok-kelok; naik turun; dan udaranya dingin sekalii...

Kami menginap di Hotel Larasati. Tempatnya oke, bersih, makan pagi juga ada. Dan dekat banget dengan acara Dieng Culture Fest. Sampai disana udah malam, "Ini ngga ada AC nya mas?" tanyaku ke Mas Dika. "Buat apa AC? Ini udah dingin banget kali." jawab Mas Dika.
Dan ternyata memang benar...menginjakkan kaki di lantai saja udah dinginnn banget, airya udah kayak es, pengennya tidur terus selimutan.

Ak istirahat dan ngemil-ngemil sebentar terus kami menuju lokasi Dieng Culture Fest.
Ternyata ramaiii banget...
Pas sampai lokasi udah mulai Jazz Atas Awan. Ada band2 gitu, yang nonton banyakk banget...Banyak jajanan juga disana. Baguss banget deh pokonya, udaranya dingin bangettt, pake jaket, kaos tangan, dan penutup kepala pun rasanya masih dingin bnget. Rasanya mau beku deh badan ini.

Dan malam itu ada Anji...Wow... Ada yang udah nyalain kembang api dan nyalain lampion jugaa...
Meriah dan menyenagkan sekali lah pokoknya!

Sekitar jam 12 an acara sudah selesai,, lalu kami kembali ke hotel, dan istirahat. Rencananya mau mandi, tapi yaaampun dinginnyaa...walapun ada hitternya, mending aku ngga mandi lah. Hoho..






Pindahhh...

Setelah galau dengan berbagai macam hal...
Setelah bolak-balik Jakarta Purwokerto...
Setelah sakit tidak jelas dan harus opname di Elisabeth....
Akhirnya...
Aku pindah ke Purwokerto...

Kontrak kerja yg di Jakarta juga sudah habis. 
Terima kasih Jakarta untuk 2 tahun 3 bulan...
Sebenarnya ditawari kontrak lagi...tapi entah lah..akhirnya aku memutuskan untuk tidak menandatangani kontrak itu...

Ak udah beli tiket pulang ke Purwokerto...
ehhh ternyata mas Dka malah DLK ke Jakarta..ngekk...
Jadilah aku pulang sendiri ke Purwokerto, dan hari berikutnya baru pulang ke Jogja...

Bagaimana di Purwokerto?
Sebelum pindah ke Purwokerto, pokoknya aku harus dapat kerjaan dulu..
Dan bulan Juni ak masuk ke salah satu SD di Purwokerto...
Yawes lah, pokok e dinikmati dan disyukuri dulu lah ya, apapun itu....

"Apa jadi orang Purwokerto kiye?" 


Selasa, 06 Februari 2018

Hhmm......

Hamil itu....
Sesuatu yang ditunggu-tunggu oleh semua pasangan suami istri. 
Baru berapa minggu menikah aja pasti langsung ada pertanyaan "Udah isi belum?"; "Kok belum isi?" dan berbagai pertanyaan semacam itu. 
Merasa diperhatikan sih, tapi kalo ditanyaan kayak gitu terus, sebel juga kali ya! 
Rasanya mau 'njawab "Berisik"; "Apa sih tanya?" dan sebagainya. 

Telat mens berhari-hari, coba test dan ternyataa.....negatif! Sedih, kecewa, dan yo wes lah. Waktu buat dolan2 dulu mungkin....

Telat mens, badan panas berhari2, taktut minum obat sembarangan karena dikiranya udah hamil. Karena ada ibuk2 yang bilang pas beliau hamil pertama, badannya juga sakit semua dan demam juga. 
Waktu itu badan ku udah semakin panas, bingung mau minum obat apa, teman satu kos juga bingung mau ngasih obat apa, akhirnya temannku nyuruh tes dulu, siapa tahu hamil. Dan setelah di tes....malah ngga kebaca apa-apa. zzzz...... 

Telat mens, tes lagi,,,ternyata negatif lagi...

Telat mens. Badan rasanya pegel semua. Tiap malam kaki pegel dan jadi super malas masak. Akhirnya beli dua macam testpack. Satu yang harga 5000 an dan satunya harga 25.000. Jujur mau test rasanya malas2 gimana gitu. Takut hasilnya negatif. PAgi-pagi coba test pakai yang harga 5000 an dan hasilnya 2 strip. Antara ngga percaya, takut dan bingung Test pake yang harga 25.000 dan hasilnya juga 2 strip. Seneng, takut dan bingung Lebih banyak takutnya sih. 

Nunggu dari 5 minggu ke 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, 5 bulan rasanya lamaaa sekali. Sekarang masuk ke bulan keempat. 

Kadang pengen cepet2 perutnya besar dan dedek bayinya segera keluar. 

Kata ibuk, "orang hamil itu tapa suci" Kenapa "tapa suci"? 
Karena harus selalu berpikiran positif, ngga boleh membunuh hewan, ngga boleh marah-marah, ngga boleh kecapean, makan harus bergizi dan seimbang, habis nyuci tangan ngga boleh dikeringin pakai kaos, ngga boleh merendam cucian terlalu lama, ngga boleh mandi malam, pokoknya hati-hati. HARUS SELALU BERPIKIR POSITIF!

So far, susah banget bagiku untuk "selalu berpikir positif". 
Bagaimana harus berpikir positif kalau lingkungan tidak mendukung?? 
Bagaimana harus berpikir positif dan tidak marah-marah kalau begini-begitu-begini-begitu-begini-begitu lagi??

Cuma masalah sepele jadi rame, apaan sih?
Kalau capek, sama-sama capek kali! 
Sakit? Aku ngga sakit sih! Sehat! Tapi lebih banyak pegel2 e. 
Mau segala sesuatu udah tersedia? 
Mungkin tinggal dengan orang tua adalah salah satu pilihannya. 
Hah!