135 Detik Untuk Delia
Delia, gadis cantik
dan berprestasi kelas 5 SD Taruna Bakti. Dia mempunyai banyak teman dan
prestasi yang cukup membanggakan. Beberapa kali dia mewakili sekolahnya untuk
lomba lari, dan hasilnya? Pasti dia mendapat juara pertama.
Prestasi akademik
Delia juga memuaskan. Dia selalu berada di peringkat 10 besar. Teman, keluarga
dan guru sangat bangga pada Delia.
Akhir bulan ini
Delia akan mengikuti lomba lari tingkat Provinsi jadi Delia benar-benar harus
rajin berlatih. Selain itu Delia juga harus disiplin dalam membagi waktu, waktu
untuk belajar, berlatih lari, bermain bersama teman-teman dan waktu bersama
keluarga.
“Delia, nanti sore
kamu bisa ikut mengerjakan tugas Matematika?” tanya Tasya sebelum pulang
sekolah.
“Hmm...nanti sore
ya?” tanya Delia dengan ragu.
“Iya, habis itu
teman-teman berencana pergi ke kolam renang. Ikut yuk!” kata Tasya lagi. ‘Waah
ke kolam renang sama teman-teman? Udah lama banget nih ngga renang bareng
teman-teman. Tapi nanti sore ada latihan lari lagi. Ahh tapi latihan lari masih
bisa besok lagi kok’ batin Delia dalam hati.
“Ok, Tasya. Nanti
aku ikut mengerjakan tugas dan ke kolam renang ya!” jawab Delia.
Sore itu Delia, Tasya dan teman-temannya mengerjakan tugas Matematika
lalu berenang bersama.
“Kamu akhir bulan
ini ada lomba lari ya?” tanya Rara tiba-tiba.
“Iya ni. Semoga
menang lagi!” jawab Delia.
“Kamu latihan hari
apa aja?” tanya Rara lagi.
“Hmm...sebisaku aja
sih, kebetulan Ayah ku sendiri yang menjadi pelatihku, jadi yaa sebisaku.
Sebenarnya hari ini latihan, tapi aku bilang ke Ayah kalau kita mau mengerjakan
tugas, jadi ngga latihan deh!”jawab Delia.
“Lhaa..Hari ini
seharusnya kamu latihan ya? Kok kamu ngga bilang? Kamu ngga jadi latihan
gara-gara aku ajak mengerjakan tugas Matematika ya?” tanya Tasya.
“Enggak kok. Santai
aja.” jawab Delia.
***
“Kok baru pulang?”
tanya Ayah Delia.
“Iya, baru selesai,
Yah.” jawab Delia sambil membereskan barang-barangnya.
“Delia, jangan lupa
ya. Akhir bulan kamu ada lomba di Provinsi. Kamu harus berlatih lebih rajin dan
giat ya.” kata Ayah Delia mengingatkannya.
“Iya, Yah. Aku
ingat.” jawab Delia sambil lalu. Dalam hati, Delia berjanji bahwa besok dia
akan mulai latihan untuk lomba lari.
Tapi ternyata Delia
terlalu asyik bermain dengan teman-temannya. Bermain dengan mereka lebih
menyenangkan daripada latihan lari sendirian. Delia selalu menunda untuk mulai
latihan lari. Dalam satu bulan dia hanya berlatih 2 kali, itupun hanya sebentar
karena dia sudah tidak sabar untuk bermain dengan teman-temannya.
“Ayah...itu lomba lari 100
meter kan? Ah kecil yah, aku hanya membutuhkan 30 detik untuk berlari sejauh
itu.” jawab Delia ketika Ayahnya mengingatkan untuk berlatih.
“Delia, ini
perlombaan lho. Ini bukan lari dengan teman-teman sekolah kamu. Semua peserta
lomba adalah pelari lho.” kata Ayah.
“Iya, Ayah. Besok
siang aku akan berlatih!” jawab Delia.
Dua hari sebelum
perlombaan, Delia fokus berlatih. Berlari 100 meter rasanya sangat jauh
baginya, bahkan belum ada 100 meter nafasnya sudah terengah-engah.
“Yaampun, kok capek
banget ya yah?”kata Delia sambil melihat stopwatch yang dibawa Ayahnya,
“Hah...60 detik??” tanya Delia tidak percaya.
“Iya! 60 detik.” jawab
Ayahnya. Delia mulai panik, kenapa dia jadi lambat dan juga susah mengatur
nafas? Selama ini, lari 100 meter adalah hal yang sangat mudah baginya. Sore
itu dia berlatih terlalu keras, dan tiba-tiba, “aduhhh….Ayahh! Tolong!” teriak
Delia. Ternyata kakinya terkilir. Untuk jalan saja susah, bagaimana dia mau
ikut lomba?
“Udah, ngga usah
ikut lomba! Kamu ngga bisa lari dalam keadaan kayak gini!” kata Ayahnya.
“Ngga! Aku akan
tetap ikut lomba, Yah!” jawab Delia sambil meringis kesakitan.
Hari perlombaan pun
tiba. Delia sudah siap, siap untuk segala kemungkinan yang terjadi. Peluit
tanda lomba lari sudah dibunyikan. Delia, dengan sekuat tenaga berlari, kakinya
masih terkilir, justru lebih parah karena dia paksakan untuk terus berlari. Benar
kata Ayahnya, semua peserta lomba ini adalah pelari.
Delia masih ada di
tengah lapangan ketika dia melihat beberapa lawan lomba nya sudah ada di garis
finish. “Yang penting sampai garis finish!” kata Delia dalam hati.
Dengan susah payah,
akhirnya Delia sampai ke garis finish dalam waktu 135 detik. Dia sadar, bahwa
dia tidak akan memenangkan perlombaan ini.
“Maaf ya, Ayah.”
kata Delia sambil memeluk Ayahnya, tak terasa air mata membasahi wajahnya yang
sudah penuh dengan keringat.
“Ngga apa-apa, Delia. Yang
penting kamu sudah berusaha dan kamu mendapatkan pembelajaran dari kejadian
ini. Selama ini kamu sudah menjadi yang terbaik diantara teman-teman kamu, tapi
kamu tetap harus berlatih secara disiplin dan kamu harus bisa membagi waktu
kamu dengan baik.” jawab Ayah.
“Iya, Ayah!” jawab Delia.
Lalu mereka berdua meninggalkan arena lomba lari tersebut.