Achi
berjalan sendirian dengan sangat lesu dan sedih. Sinar matahari yang menyengat,
bekal air minum dan uang saku yang habis rasanya menambah kesedihannya. Seragam
merah dan putih yang ia kenakan juga berantakan. Teman-teman yang lain sudah
pulang duluan.
Tadi, sebelum pulang, Bu Sri
memanggil Achi untuk datang ke ruang guru.
“Kamu
ada masalah apa, Achi? Mungkin kamu bisa cerita ke Ibu.” kata Ibu Sri. Dengan
muka bingung, Achi menggelengkan kepala. Bingung, kenapa tiba-tiba Ibu Sri
menanyakan hal tersebut. Lalu Bu Sri memberikan selembar kertas, hasil
penilaian pelajaran Matematika. Angka 30 menghiasi bagian atas kertas tersebut.
Achi tidak tahu, harus berkata apa dan dia juga tidak tahu harus menjelaskan
apa kepada Ibunya.
Sesampainya
di rumah, Achi langsung memberikan kertas tersebut kepada Ibunya.
“Maaf
bu!” kata Achi lesu. Ibu langsung mengambil kertas tersebut, dengan muka kaget
Ibu langsung bertanya, “Ini kenapa nilai kamu seperti ini Achi? Bisa cerita ke
Ibu?”
“Aku
ngga tau, Bu. Maaf.” jawab Achi singkat.
“Coba
Ibu lihat buku latihan Matematika kamu.” kata Ibu. Achi langsung mengambil buku
latihan Matematika yang ada di tas lalu menyerahkan kepada Ibunya. Ibu melihat
semua hasil pekerjaan di buku tersebut.
“Ini,
kamu bisa mengerjakan semua latihan ini bahkan tulisan sangat rapi, tidak ada
bekas coret-coretannya. Lalu kenapa kamu tidak bisa mengerjakan saat
penilaian?” tanya Ibu dengan penasaran. “Rasanya baru kali ini kamu mendapat
nilai seperti ini? Kemarin-kemarin juga tidak ada laporan apa=apa dari Bu
Guru.” tambah Ibu.
Masih diam, Achi mengambil
satu buku lagi dari dalam tasnya. Tanpa berkata apa-apa, Achi menyerahkan buku
tersebut ke Ibunya.
“Maaf
bu, aku mau mengaku dosa. Achi udah nggak jujur Bu. Jadi beberapa waktu yang
lalu Achi menemukan buku Kak Nadine. Setelah aku lihat-lihat ternyata
soal-soalnya sama dengan soal-soal yang selama ini Bu Guru berikan padaku. Jadi
setelah itu, Achi selalu mencontek dari buku Kak Nadine ini dan Achi ngga
pernah belajar, ternyata Achi nggak bisa ngerjain soal pada saat penilaian.
Maaf bu!” kata Achi dengan lesu.
“Achi,
Ibu kecewa lho sama kamu. Kamu nggak jujur sama diri kamu sendiri. Kamu bisa
mengerjakan soal-soal latihan itu tanpa melihat buku kayak kamu. Kalau kamu
mencontek saat mengerjakan latihan, kamu pasti akan kesusahan saat mengerjakan
soal penilaian. Kalau nilai kamu seperti ini, siapa yang rugi? Kamu sendiri
kan?” kata Ibu.
“Iya
bu. Maaf. Achi janji nggak akan melakukan hal seperti ini lagi!” jawa Achi.
“Ingat
ya Achi, kalau kamu nggak jujur, yang rugi adalah kamu sendiri.” kata Ibu.
Sejak
saat kejadian itu, Achi selalu bertindak jujur. Dia tidak pernah mencontek buku
Kak Nadine lagi. Dia mengerjakan sendiri soal-soal yang diberikan oleh Bu Guru.
Achi selalu ingat akan kata-kata Ibunya bahwa,”kalau kamu tidak jujur, yang
rugi adalah kamu sendiri.”
Siang
itu Achi berjalan dengan santai. Siang yang sama seperti beberapa hari
sebelumnya, dengan bekal air minum dan uang saku yang habis juga, tapi hatinya
tenang. Dilihatnya hasil lembar penilaian pelajaran Matematikanya. Nilai 75
menghiasi bagian atas kertas tersebut. Nilai yang jauh dari kata sempurna, tapi
dengan sempurna dia bertindak jujur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar