Setelah makan siang bersama Mas
Megand, kami menuju bukit Karmel. “Temboknya tinggi, mirip Seminari”, kata Mas
Megand waktu itu. “Haduh, move on donk Mas”, batinku.
Hari itu adalah hari Kamis Putih. Di
Bukit Karmel ada Gereja juga, sepertinya juga sedang persiapan untuk misa Kamis
Putih. Mas Megand mengajakku untuk minta izin ke suster penjaganya dulu.
Setelah pencet bel dan menunggu selama kurang lebih 5 menit, jendela dibuka dan
muncul seorang Suster. Suster tersebut menanyakan nama kami dan memberitahu
hal-hal apa saja yang tidak boleh kami lakukan di Bukit Karmel.
“Mau
piknik ya?” tanya Suster itu tiba-tiba. Aku dan Mas Megand saling berpandangan
dan tertawa. Hahaa..dalam hati aku ngekek, tau banget sih suster ini,
jangan-jangan paranormal ya?Hahaa…
Lalu
kami berjalan masuk menuju area Bukit Karmel, yang katanya mirip Seminari.
Beberapa meter setelah gerbang, ada tangga yang jumlahnya lumayann banyak. Mas
Megand masih menghinaku karena sebelum ke Bukit Karmel kami pergi ke Bukit
Tangkiling yang sangat tinggi, dan aku tidak kuat naik. Kadang aku juga gantian
menghina dia, tapi pasti aku kalah. Mas Megand menggandeng tanganku. Jumlah
anak tangga yang sangat banyak jadi tidak begitu terasa karena kami masih terus
bercanda dan saling menghina.
Sesampainya
di atas, waw..pemandangannya bagus! Ada banyak patung yang menggambarkan
peristiwa-peristiwa Jalan Salib.
“Aku pengen foto di sana!” kataku
sambil menunjuk patung-patung itu.
“Gak boleh di sana, Ci!”
“Tapi aku pengen di sana, di samping
patuh-patung itu”
“Gak boleh, Achi” kata Mas Megand
lagi. Akhirnya kami melanjutkan perjalanan kami. Kami terus berjalan melewati
rute jalan salib. Selama berjalan mengitari rute jalan salib, kami juga
disuguhi pemandangan yang sangat waw! Bagus banget. Kami terus berjalan sambil
bercerita macam-macam. Sampai di perhentian ke12 kami beristirahat dan kami
duduk di bawah patung-patung yang menggambarkan “Yesus Wafat Disalib”. Aku
masih cerita macam-macam dan Mas Megand hanya mendengarkan cerita-cerita gak
jelas ku. Setelah selesai cerita aku juga ikut duduk di samping mas Megand.
Kami diam, menikmati heningnya bukit Karmel dan pemandangan yang sangat bagus.
“Ci..aku sayang kamu” kata Mas Megand
tiba-tiba, ya sangat tiba-tiba sekali.
Hah…What?? Aku gak salah dengar? Aku
masih diam aja, melihat Mas Megand dengan tatapan heran dan bingung.
“Iya Ci…aku sayang kamu. Sejak ….
(bla..bla..bla…)” Mas Megand masih mengeluarkan rayuan-rayuannya.
Hmm..jujur
ya, aku sama sekali gak mengira dan menyangka Mas Megand akan ngomong kayak
gitu. Iya, aku bingung dan salting!#Aku kudu piye jal?
“Yaa ampun..ini tu terlalu cepat,
Mas!!” kataku antara gemes dan emosi. Iya, dia membuatku gemes dan emosi.
Kenapa tiba-tiba dia bilang kayak gitu? Aku bilang terlalu cepat karena
menurutku kami belum saling “kenal”. Kami memang sudah kenal agak lama. Itu pun
hanya kenal-kenal aja. Aku tau Mas Megand dan Mas Megand tau aku. That’s all.
Bahkan ngobrol secara langsung pun cuma berapa kali, lainnya ngobrol lewat
dunia maya. Hadehh..orang tua satu ini! Awr…
Kami
masih saling diam, sampai akhirnya kami berjalan turun dan duduk di depan gua
Maria di Bukit Karmel. Kami duduk di bawah pohon besar. Mas Megand masih
mengatakan gombalan-gombalannya. Duh mas…melting aku suwe-suwe.
“Kamu
gak perlu jawab sekarang kok Ci, aku cuma pengen kamu tahu aja” kata Mas
Megand. Keraguan dan ketakutanku saat itu adalah karena kami baru bertemu dan
dekat satu hari itu setelah selama bertahun-tahun kami tidak bertemu. Kok bisa
coba dia langsung bilang kayak gitu? Hhm…
Terus
yang kedua adalah karena dia mantan frater. Terus apa yang salah dengan mantan
frater? Hehe…ini sebenarnya dari cerita temenku. Katanya mantan frater itu
egois. “Dia udah terbiasa sendiri, selama beberapa tahun dia sendiri dan
memikirkan dirinya sendiri. Terus kalau kamu nikah sama mantan frater nanti
kamu terlantar. Ada temenku yang juga nikah sama mantan frater. Lalu aku bilang
ke dia, “Maaf ya, aku tidak bisa hadir ke pernikahanmu. Aku tidak tega melihat
kamu akan hidup bersama dia untuk selamanya”. Ya tapi tidak semua mantan frater
seperti itu kok. Kamu pikir-pikir lagi, dan yang penting kamu siap dengan
pilihanmu itu.” Nah..mungkin aku adalah salah satu orang yang mudah
terpengaruh. Dan kata-kata itu cukup masuk dan mempengaruhi pikiranku.
Nah
alasan yang ketiga ini berhubungan dengan masa lalu ku. Jadi, mantanku adalah
temen seangkatan Mas Megand pada waktu di Seminari Menengah. Singkatnya,
mantanku itu exsem, mantan seminari, seangkatan sama Mas Megand pulu! HAdehhh!!
Mantanku itu mengerikan (bukan masalah tampang sih), terus mas Megand pernah
bilang “yaa mungkin aku 11:12 sama mantanmu lah”. Aku tu takut! Aku takut kalo
tingkah Mas Megand itu mirip atau hampir sama kayak mantanku. Dan, kalau aku
beneran pacaran sama Mas Megand pasti akan ada (atau banyak) yang berkomentar,
“tetep ya? Yang berbau seminari-seminari” atau “Wah udah naik tingkat ni,
kemarin sama mantan seminari sekarang sama mantan frater” atau “Simpel sih,
pasti karena dia exsem!” Huh…
Itu
sebenarnya kenapa aku belum juga mau bilang “Iya” atau “Maaf, aku gak bisa
mas!”. Saat aku masih agak kalut dengan ungkapan Mas Megand, tiba-tiba
gerimisss, hujan-panas, dan berangin. Yaak, tambah romnatis kan? Hhm… dan
tiba-tiba muncul pelangi. Cantik!
Menurut
Mas Megand, pelangi itu pertanda bagus. Iya, kali ya?! Entahlah apa makna dari
pelangi itu, tapi yang pasti karena panas, terus gerimis dan masih panas lagi.
Pelangi di Bukit Karmel, entah itu pertanda bagus atau buruk, tapi aku
berterimakasih padamu karena hadirmu menambah suasana romantis sore itu. Tapi
semoga pelangi itu memang pertanda baik, iya semoga!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar