SeLamat datangg...


welcome...Sugeng rawuh...verwelkomen..benvenuto...gratus...willkommen...hougei...bem-vindo...

Rabu, 27 Oktober 2021

Autobiografi

Autobiografi

Namaku Lucia Astri Noviyanti. Aku lahir pada tanggal 26 November 1990. Masa sekolah dan kuliah kuselesaikan di Yogyakarta. Aku terlahir dari keluarga sederhana; Bapak seorang guru di sebuah SMP di sekitar pegunungan Menoreh dan Ibu seorang guru SD di dekat Kali Progo. Aku dan kedua kakakku tidak bersekolah dimana Ibu dan Bapak bekerja, “supaya mandiri” begitu kata mereka.

 Aku menghabiskan masa SMA di SMA N 1 Godean. SMA yang lumayan jauh dari rumah. Perjalanan ke sekolah aku tempuh dengan sepeda lalu naik bus. Aku sangat jarang minta diantar jemput oleh Bapak Ibu, karena mereka juga sibuk bekerja.

Setelah tamat SMA, aku melanjutkan Pendidikan di Universitas Sanata Dharma. Aku mengambil jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Jurusan yang sama dengan kedua kakakku. Kakak pertama angkatan 2005, kakak kedua angkatan 2007 dan aku angkatan 2008. Kadang kami bisa bertemu saat di kampus. Ada banyak keuntungan kuliah di jurusan yang sama dengan kedua kakakku. Aku tidak perlu membeli kamus dan buku-buku kuliah. Terkadang sudah ada jawaban di buku-buku kakakku. Hal tersebut membuatku berada di zona yang sangat nyaman tapi tanpa kusadari hal tersebut justru merugikanku. Aku tidak pernah mencoba atau belajar dengan maksimal, aku selalu mengandalkan buku-buku milik kakakku. Dan aku juga terlalu santai saat kuliah. Hal tersebut membuat nilai-nilaiku sama sekali tidak memuaskan.

Sekarang aku sadar, seharusnya dulu aku tidak terlalu terlena dengan keberadaan kedua kakakku yang berada di jurusan yang sama denganku, seharusnya aku segera meninggalkan zona nyamanku. Seharusnya aku bisa memaksimalkan potensi yang ada pada diriku. Zona nyaman memang benar-benar sangat nyaman tetapi zona nyaman bisa menjadi boomerang bagi kita sendiri.

Di pertengahan tahun 2012, saat beberapa temanku sudah menyelesaikan kuliah dan beberapa sudah bekerja, aku masih saja santai dengan skripsiku. Bahkan dipertengahan tahun itu, aku sedang sangat bersemangat untuk mengikuti kegiatan gereja. Selama kurang lebih 2 minggu, aku dan teman-teman dari Yogyakarta dan Semarang mengikuti Indonesian Youth Day. Kegiatan yang pertama kali dilaksanan di tahun 2012 tersebut diikuti oleh perwakilan orang muda Katolik dari seluruh Indonesia. Kegiatan tersebut dilaksanakan di Sintang dan Sanggau, Kalimantan Barat. Kami belajar banyak hal dan kami juga belajar dari banyak orang. Kami menyadari bahwa Indonesia sangat luas dan sangat kaya dengan berbagai macam adat-istiadat yang sangat menarik dan juga unik. Berproses bersama teman-teman dari Yogyakarta dan Semarang untuk sampai pada acara tersebut dan juga berproses bersama teman-teman dari seluruh Indonesia adalah pengalaman yang tidak akan terlupakan.

Mungkin mitos bahwa, “kalau pernah minum air dari sungai Kapuas, maka kamu akan kembali lagi kesana (Kalimantan)” adalah benar adanya. Aku kembali lagi ke Sanggau pada bulan Juli 2013, satu bulan setelah dinyatakan lulus ujian pendadaran. Kali ini bukan untuk kegitan gereja, tetapi untuk bekerja. Ya! Mulai bulan Juli 2013, aku bekerja sebagai guru Bahasa Inggris di SMP Yos Sudarso Parindu, Bodok, Sanggau, Kalimantan Barat.

Awalnya Bapak Ibuku tidak mengijinkanku, terutama Ibuku. Masih kuingat, sore itu saat hujan deras dan setelah melalui pembicaraan yang panjang bahwa aku sudah diterima bekerja di Sanggau, akhirnya Ibuku mengatakan, “yang penting hati-hati” kata Ibuku hampir menangis. Bapak dengan bijaksana bilang, “kalau kamu sudah mantap, ya monggo. Asalkan hati-hati dan bertanggung jawab dengan keputusanmu”. Bapak tidak pernah melarangku melakukan apapun, asalkan aku bertanggung jawab dengan pilihanku.

Kembali ke Sanggau, seperti kembali ke rumah walaupun sebelumnya aku hanya disana selama kurang lebih 2 minggu. Aku mempunyai saudara yang tinggal di Pahauman, tapi itu sangat jauh sekali dari Sanggau dan kalau mau kesana harus ditempuh dengan jalan yang luar biasa jeleknya. Di Sanggau, aku tinggal di rumah salah satu guru di SMP Yos Sudarso, Ibu Thres namanya. Beliau sangat baik, benar-benar seperti Ibu bagiku. Beliau mempunyai kos-kosan untuk anak-anak SMP Yos Sudarso. Dengan tinggal disitu, membuatku cukup cepat beradaptasi dengan lingkungan yang benar-benar baru bagiku.

Tinggal di tempat yang benar-benar jauh dari rumah, jauh dari keluarga dan akses transportasi yang terbatas membuatku lebih bisa mensyukuri hidup ini. Pernah sekali waktu aku masih di bus menuju Sanggau, waktu itu sudah hampir jam 12 malam dan tiba-tiba bus yang aku tumpangi ternyata tidak jadi sampai Sanggau dan beberapa dari kami diturunkan di tengah jalan dengan pemandangan kanan kiri adalah pohon sawit. Pernah juga, malam-malam jatuh dari motor saat melewati jalan yang luar biasa jeleknya, puji Tuhan tidak ada truk pembawa sawit di belakangku dan saat itu juga ada warga sekitar yang langsung menolongku. Aku sangat bersyukur bahwa aku berada di antara orang-orang asing yang begitu baik padaku. Dan aku yakin bahwa semua itu tidak terlepas dari kedua orang tua ku yang selalu ramah dan welcome kepada setiap orang yang datang ke rumah. Kenyataan bahwa aku selalu diterima oleh mereka, aku bisa bertahan hidup dan aku dikelilingi orang-orang baik adalah anugrah yang luar biasa. Mungkin kata Paulo Coelho tentang hukum keramahtamahan adalah benar adanya.

Satu tahun disana menyadarkanku bahwa kita tidak perlu kawatir berada ditempat yang baru selama kita bertindak sopan dan kita masih punya mulut untuk bertanya dan berbicara.

Tahun 2014 aku meninggalkan SMP Yos Sudarso dan Sanggau. Aku Kembali ke Yogyakarta dan aku berusaha mencari pekerjaan di Yogyakarta. Hampir 6 bulan aku belum mendapatkan pekerjaan dan memang benar bahwa “bekerja itu lelah tetapi mencari pekerjaan itu lebih melelahkan”.  

Tahun 2015 aku mencoba hal baru di bidang perhotelan. Ya, aku pindah ke Jakarta dan aku bekerja sebagai HR Admin di Corporate Hotel Santika. Aku harus kembali beradaptasi dengan segala sesuatu yang baru lagi. Kata orang, Jakarta itu keras! Benar sekali. Di Jakarta aku tidak hanya belajar tentang hal baru tentang perhotelan, tapi aku juga belajar bahwa harus bisa membagi waktu dengan baik, bisa lebih tegas terhadap diri sendiri dan orang lain, lebih mandiri, lebih mau belajar hal baru dan lebih menghargai waktu.

Di Jakarta aku juga semakin menyadari bahwa ada banyak orang baik di sekitarku, tapi aku tetap harus berhati-hati. Aku pernah kehilangan uang dan laptop kantor dan justru aku sendiri yang dituduh menggunakan uang dan mengambil laptop tersebut. Setelah diusut selama beberapa minggu, setelah hampir selalu pulang malam karena introgasi yang sangat melelahkan dan penuh air mata, akhirnya pencurinya tertangkap. Pencurinya adalah Pak Satpam yang amat sangat ramah sekali. Aku dan teman-teman sama sekali tidak menyangka. Hal ini mengingatkanku bahwa kita memang benar-benar tidak bisa judge a book by its cover.

Tahun 2017 aku pindah ke Purwokerto, dan kembali pada passion ku. Aku kembali mengajar di SD 3 Bahasa Putera Harapan, salah satu SD yang terkenal di Purwokerto. Aku harus beradaptasi lagi dengan lingkungan yang baru, orang-orang yang baru dan pekerjaan yang baru.

Dan sekarang, dengan adanya pandemi, aku dan semua orang harus beradaptasi lagi. Beradaptasi dengan cara hidup dan juga dengan pekerjaan.


Hidup memang benar-benar tentang sebuah perjalanan, pilihan dan adaptasi.

Dengan beradaptasi kita bisa tetap hidup.

Saat masih hidup kita bisa membuat pilihan yang juga harus bisa kita pertanggungjawabkan.

Kita juga bisa membuat pilihan untuk tetap di zona nyaman atau keluar dari zona nyaman.

Saat masih hidup kita bisa melakukan perjalanan yang membuat kita lebih mensyukuri hidup ini, dan menyadarkan kita bahwa dunia itu sangat indah dan luas.

 

 

Tidak ada komentar: