SeLamat datangg...


welcome...Sugeng rawuh...verwelkomen..benvenuto...gratus...willkommen...hougei...bem-vindo...

Minggu, 19 Desember 2021

Hari Pertama PTM

Hari ini adalah hari pertama masuk sekolah terbatas setelah ada pandemi virus corona. Sejak malam aku sudah mempersiapkan segala keperluan untuk sekolah. Ada buku pelajaran, alat tulis, masker yang akan kupakai, face shield, masker cadangan dan hand sanitizer. 

Pagi ini, jam 06.30, aku sudah siap untuk berangkat ke sekolah. Aku tidak membawa makan siang, karena memang tidak dijinkan oleh bu guru. 

"Ibu, aku nggak sabar ketemu teman-teman secara langsung, selama ini lewat zoom terus sih! Ibu, hari ini siapa aja ya yang berangkat ke sekolah?" tanyaku pada Ibu. 
"Iya, tapi jangan lupa tetap jaga jarak sama teman-teman ya. Hari ini ada Peter, Emily, Kyka, Fella, Etta, dan kamu. Jadi ada 6 anak." jawab Ibu. 

"Yaaahh....Aku ngga kenal semua. ngga ada teman TK aku!" jawabku sedih. "Ibu, aku hari ini zoom lagi aja ya?" lanjutku. 
"Lho, kenapa?" tanya Ibu bingung.

"Ngga ada yang aku kenal bu. Nanti aku ngga punya teman." jawabku. 

"Achi, kan hampir 3 bulan ini kalian sudah berteman, kalian hampir setiap hari ketemu, walau via zoom. Yuk kita berangkat, nanti keburu telat lho!" kata Ibu sambil mengambil kunci motor. 

Akhirnya, aku berangkat sekolah lagi, setelah lebih dari 1,5 tahun hanya via zoom. Ada rasa takut, senang dan deg-degan. 

Sampai di sekolah, Pak Satpam langsung mengecek suhu tubuhku, setelah itu aku diminta untuk cuci tangan terlebih dahulu. 

"Bersenang-senang dan belajar ya, Achi!" kata Ibuku sambil melambaikan tangan. 
"Tapi aku takut, Bu!" kataku pada Ibu. 
"Semua akan sangat baik padamu dan bertemu langsung dengan teman-teman serta bu guru lebih menyenangkan dari pada zoom!" kata Ibu. 

Aku lalu cuci tangan kemudian menuju kelas ku, kelas 1B. Sekolahan dan ruang kelas yang sudah asing bagiku. 

"Hi Achi, sini masuk" sapa Bu Guru. 

Aku masih terdiam di depan kelas, sudah ada teman-temanku. Tapi tetap saja, aku takut. 

"Hai, Achi..sini-sini! Duduk di sini!" kata Fella sambil menunjukan bangku yang kosong. 

Dengan takut, aku menuju bangku tersebut. Peter, Emily, Etta, Fella dan Kyka sedang ngobrol dengan asyik, tapi tetap jaga jarak. Aku hanya memperhatikan mereka. 

"Eh Achi, kamu membawa buku pelajaran Matematika dan Bahasa Indonesia tidak?" tanya Kyka. 

"Iya, bawa." jawabku singkat. 

"Hayoo anak-anak, boleh ngobrol tapi tetap ingat untuk jaga jarak dan tetap memakai masker ya!" kata Bu Guru dengan ramah. 

"Hehee...iya bu guru!" jawab Peter sambil tertawa. 

Ternyata benar kata Ibu, bertemu dengan teman-teman dan bu guru secara langsung lebih menyenangkan. Walaupun aku dari TK yang berbeda dengan mereka, mereka sangat baik dan ramah padaku. Aku suka pelajaran tatap muka!



Minggu, 12 Desember 2021

Sepeda Dhani

   

    BRAKK! Dhani membanting sepeda yang selama ini dia pakai untuk pergi ke sekolah. Baju seragam putih nya basah oleh keringat. 

    "Kamu kenapa, Dhani?" tanya Ibu dari dalam rumah. 
    "Dhani capek!" jawab Dhani sambil membanting tas lalu mencopot sepatu. 

    "Iya, tapi ngga dibanting-banting gitu dong! Itu sepedanya rusak kalau kamu ambrukin kayak gitu." kata Ibu sambil melihat sepeda yang masih dalam keadaan ambruk. 

    "Bu, aku ngga mau ke sekolah naik sepeda itu lagi. Beliin sepeda baru bu, yang kayak punya teman-teman." kata Dhani. 

    "Kenapa sih, kok tiba-tiba minta sepeda baru? Kemarin-kemarin kamu pakai sepeda kakek itu juga ngga apa-apa". 

    "Tadi aku diejek dan diketawain sama teman bu. Katanya sepedanya Dhani aneh sekali, kayak sepeda simbah-simbah. Warnanya kusam, nggak kayak punya teman-teman yang lain. Lalu teman-teman langsung ngelihat Dhani, terus mereka ngetawain Dhani." jawab Dhani, tak terasa air mata sudah memenuhi kelopak matanya. 

    "Kamu ganti baju, cuci kaki dan tangan, lalu makan ya. Ibu tunggu di meja makan", kata Ibu sambil membelai rambut Dhani. 
    "Habis itu beli sepeda ya, Bu!" kata Dhani. Ibu hanya tersenyum. 

***

    Dhani mengambil nasi. lauk dan sayur. Bersiap untuk makan siang. Ibu menemani di meja makan. 

    "Dhani, kamu tahu kan sepeda yang kamu pakai itu punya siapa?" tanya Ibu. 

    "Punya kakek kan!" jawab Dhani. 

    "Iya, itu sepeda kakek. Sepeda kakek itu bersejarah lho, dulu kakek sama nenek sering naik sepeda itu untuk ke pasar, berjualan baju. Dan sekarang, sepeda itu masih bisa kamu pakai, itu tandanya sepeda itu awet dan kuat lho!" kata Ibu. 
    "Hah..bersejarah karena dulu dipakai untuk pergi ke pasar gitu bu?" tanya Dhani. 

    "Iya! Selain itu, kamu tahu nggak kalau kakek kita itu salah satu pahlawan Indonesia lho! Kakek ikut berjuang melawan penjajahan Belanda." kata Ibu antusias. 

    "Oh itu, dulu kayaknya kakek pernah cerita sih, tapi aku agak lupa. Emang iya kakek ikut berperang melwan Belanda?"

    "Iya dong! Dan kamu tahu ngga, sepeda kakek itu, yang kata teman kamu "sepeda tua, kayak sepeda simbah-simbah dan warnanya sudah kusam" itu, dulu juga dipakai saat kakek masih berjuang melawan penjajah." tambah Ibu. 

    "Masak sih kakek perangnya pakai sepeda? Kan penjajah pakai tank, langsung kalah dong kakek?" tanya Dhani serius. 

    "Yaa, maksud Ibu bukan saat perang pakai sepeda gitu. Tapi, sepeda itu sangat berjasa dan sangat bersejarah. Sepeda yang kamu pakai itu adalah sepedanya salah satu pahlawan Indonesia lho. Kamu seharusnya bangga dong pakai sepeda kakek." kata Ibu sambil tersenyum. 

    Selesai makan, Dhani langsung membereskan piring. Dhani ke luar rumah dan membawa sepeda tua milik kakeknya ke dalam rumah. 
    "Yuk, kita berangkat sekarang Dhani?" tanya Ibu. 

    "Hah, berangkat kemana Bu?" tanya Dhani bingung. 

    "Beli sepeda baru!" jawab Ibu sambil tersenyum. 

    Dhani tersenyum, membersihkan sepeda tua penuh sejarah milik kakeknya. "Ngga jadi Bu. Mungkin tadi karena aku capek dan lapar aja, lalu ada teman yang bilang begitu, jadi aku langsung marah. Aku ngga apa-apa kok pakai sepeda ini. Setelah mendengar cerita ibu tadi, aku justru bangga menggunakan sepeda tua ini. Sepeda bersejarah milik salah satu pahlawan Indonesia." kata Dhani sambil menegluarkan sepedanya. 

    "Lho, sekarang kamu mau kemana?" tanya Ibu bingung. 

    "Aku mau sepedaan bu!" jawab Dhani sambil tersenyum lalu mengayuh sepedanya. 




    

Selasa, 07 Desember 2021

PD: Profil Pembelajar Pancasila

 Hari ini ada Professional Development lagi yang dibawakan oleh Mr Yo. Tema PD kali ini adalah tentang Kurikulum dan Profil Pembelajra Pancasila. 

Duh, dari temanya aja udah berat, huhuu...
Selama Mr Yo menjelaskan apa itu profil pembelajar Pancasila, ingatanku kembali ke jaman SD dan ingatanku kembali ke buku cetak PPKN jaman SD, dengan cover merah dan putih (entah itu yang kelas berapa). 

Aku masih ingat beberapa materi/gambar yang ada di buku tersebut, yaitu tentang menghargai, mencintai lingkungan, gotong royong dan saling menolong. 

Mungkin seperti itulah yang dimaksud dan diharapkan dengan "profil pembelajar Pancasila". 

Profil / data/ sikap anak-anak yang sesuai dengan sila-sila yang ada di Pancasila. 

Nah setelah mengetahui apa itu profil pembelajar Pancasila, kami diminta untuk membuat sket/rencana dengan tema "River of Learning". 

And, this is mine....ngga jelas bgt lah. HAHA!

apalah ini, astri? NGga ada keterangannya lagi! haha



Ini sebenarnya msih ngambang juga, kenapa harus digambar. xoxoxo


HARI PAHLAWAN


 



Background zoom yg sangat simple. wkwkw





MARI MENJADI PAHLAWAN UNTUK DIRI KITA SENDIRI!
PAHLAWAN YANG NGGA GAMPANG MENGELUH*ngomong sama dirisendiri!*

KARTU NATAL

 








Awal Bulan

Awal bulan, dan...

Sudah 3 bulan berturut-turut seperti ini. 

Kenapa setiap bulan mengalami masalah yang sama? 

Kenapa setiap bulan harus ribet karena kesalahan yang sama (dan mungkin orang yang sama)? 

Ini tu berhubungan ke banyakkkk orang lho, ngga cuma ke satu orang aja! Masa dia lupa? 

Ahh entahlah!



Jumat, 29 Oktober 2021

Youth Pledge Day

 Hari Kamis (28 Oktober 2021), kami memperingati hari sumpah pemuda. Karena masih pandemi, jadi kegiatan ini dilaksanakan secara online. Walaupun secara online, kami berusaha tidak mengurangi esensi dan makna dari sumpah pemuda ini sehingga anak-anak juga dapat menikmati, mengerti dan menghargai ragam budaya Indonesia. Acara yang apik ini di koordinasi oleh Ms. Ari. Sebagai koordinator, Ms Ari selalu menyampaikan detail-detail kegiatan kepada kami dan juga mengajak kami untuk latihan sehingga saat hari H acara berjalan dengan lancar. 

Satu minggu sebelum hari H, anak-anak ada tugas membuat video dengan 3 bahasa, yaitu Bahasa Inggris, Bahasa Mandarin dan juga Bahasa Indonesia. Hal ini supaya anak-anak tetap menguasai Bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu dan juga fasih dalam berbahasa asing. Saat penutupan acara, ada pengumuman tentang video terbaik dari tiap-tiap level. 

Semoga aku, kamu, dan kita semua tetap dan selalu bangga dengan bangsa Indonesia. 

Selamat hari Sumpah Pemuda!








Rabu, 27 Oktober 2021

Autobiografi

Autobiografi

Namaku Lucia Astri Noviyanti. Aku lahir pada tanggal 26 November 1990. Masa sekolah dan kuliah kuselesaikan di Yogyakarta. Aku terlahir dari keluarga sederhana; Bapak seorang guru di sebuah SMP di sekitar pegunungan Menoreh dan Ibu seorang guru SD di dekat Kali Progo. Aku dan kedua kakakku tidak bersekolah dimana Ibu dan Bapak bekerja, “supaya mandiri” begitu kata mereka.

 Aku menghabiskan masa SMA di SMA N 1 Godean. SMA yang lumayan jauh dari rumah. Perjalanan ke sekolah aku tempuh dengan sepeda lalu naik bus. Aku sangat jarang minta diantar jemput oleh Bapak Ibu, karena mereka juga sibuk bekerja.

Setelah tamat SMA, aku melanjutkan Pendidikan di Universitas Sanata Dharma. Aku mengambil jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Jurusan yang sama dengan kedua kakakku. Kakak pertama angkatan 2005, kakak kedua angkatan 2007 dan aku angkatan 2008. Kadang kami bisa bertemu saat di kampus. Ada banyak keuntungan kuliah di jurusan yang sama dengan kedua kakakku. Aku tidak perlu membeli kamus dan buku-buku kuliah. Terkadang sudah ada jawaban di buku-buku kakakku. Hal tersebut membuatku berada di zona yang sangat nyaman tapi tanpa kusadari hal tersebut justru merugikanku. Aku tidak pernah mencoba atau belajar dengan maksimal, aku selalu mengandalkan buku-buku milik kakakku. Dan aku juga terlalu santai saat kuliah. Hal tersebut membuat nilai-nilaiku sama sekali tidak memuaskan.

Sekarang aku sadar, seharusnya dulu aku tidak terlalu terlena dengan keberadaan kedua kakakku yang berada di jurusan yang sama denganku, seharusnya aku segera meninggalkan zona nyamanku. Seharusnya aku bisa memaksimalkan potensi yang ada pada diriku. Zona nyaman memang benar-benar sangat nyaman tetapi zona nyaman bisa menjadi boomerang bagi kita sendiri.

Di pertengahan tahun 2012, saat beberapa temanku sudah menyelesaikan kuliah dan beberapa sudah bekerja, aku masih saja santai dengan skripsiku. Bahkan dipertengahan tahun itu, aku sedang sangat bersemangat untuk mengikuti kegiatan gereja. Selama kurang lebih 2 minggu, aku dan teman-teman dari Yogyakarta dan Semarang mengikuti Indonesian Youth Day. Kegiatan yang pertama kali dilaksanan di tahun 2012 tersebut diikuti oleh perwakilan orang muda Katolik dari seluruh Indonesia. Kegiatan tersebut dilaksanakan di Sintang dan Sanggau, Kalimantan Barat. Kami belajar banyak hal dan kami juga belajar dari banyak orang. Kami menyadari bahwa Indonesia sangat luas dan sangat kaya dengan berbagai macam adat-istiadat yang sangat menarik dan juga unik. Berproses bersama teman-teman dari Yogyakarta dan Semarang untuk sampai pada acara tersebut dan juga berproses bersama teman-teman dari seluruh Indonesia adalah pengalaman yang tidak akan terlupakan.

Mungkin mitos bahwa, “kalau pernah minum air dari sungai Kapuas, maka kamu akan kembali lagi kesana (Kalimantan)” adalah benar adanya. Aku kembali lagi ke Sanggau pada bulan Juli 2013, satu bulan setelah dinyatakan lulus ujian pendadaran. Kali ini bukan untuk kegitan gereja, tetapi untuk bekerja. Ya! Mulai bulan Juli 2013, aku bekerja sebagai guru Bahasa Inggris di SMP Yos Sudarso Parindu, Bodok, Sanggau, Kalimantan Barat.

Awalnya Bapak Ibuku tidak mengijinkanku, terutama Ibuku. Masih kuingat, sore itu saat hujan deras dan setelah melalui pembicaraan yang panjang bahwa aku sudah diterima bekerja di Sanggau, akhirnya Ibuku mengatakan, “yang penting hati-hati” kata Ibuku hampir menangis. Bapak dengan bijaksana bilang, “kalau kamu sudah mantap, ya monggo. Asalkan hati-hati dan bertanggung jawab dengan keputusanmu”. Bapak tidak pernah melarangku melakukan apapun, asalkan aku bertanggung jawab dengan pilihanku.

Kembali ke Sanggau, seperti kembali ke rumah walaupun sebelumnya aku hanya disana selama kurang lebih 2 minggu. Aku mempunyai saudara yang tinggal di Pahauman, tapi itu sangat jauh sekali dari Sanggau dan kalau mau kesana harus ditempuh dengan jalan yang luar biasa jeleknya. Di Sanggau, aku tinggal di rumah salah satu guru di SMP Yos Sudarso, Ibu Thres namanya. Beliau sangat baik, benar-benar seperti Ibu bagiku. Beliau mempunyai kos-kosan untuk anak-anak SMP Yos Sudarso. Dengan tinggal disitu, membuatku cukup cepat beradaptasi dengan lingkungan yang benar-benar baru bagiku.

Tinggal di tempat yang benar-benar jauh dari rumah, jauh dari keluarga dan akses transportasi yang terbatas membuatku lebih bisa mensyukuri hidup ini. Pernah sekali waktu aku masih di bus menuju Sanggau, waktu itu sudah hampir jam 12 malam dan tiba-tiba bus yang aku tumpangi ternyata tidak jadi sampai Sanggau dan beberapa dari kami diturunkan di tengah jalan dengan pemandangan kanan kiri adalah pohon sawit. Pernah juga, malam-malam jatuh dari motor saat melewati jalan yang luar biasa jeleknya, puji Tuhan tidak ada truk pembawa sawit di belakangku dan saat itu juga ada warga sekitar yang langsung menolongku. Aku sangat bersyukur bahwa aku berada di antara orang-orang asing yang begitu baik padaku. Dan aku yakin bahwa semua itu tidak terlepas dari kedua orang tua ku yang selalu ramah dan welcome kepada setiap orang yang datang ke rumah. Kenyataan bahwa aku selalu diterima oleh mereka, aku bisa bertahan hidup dan aku dikelilingi orang-orang baik adalah anugrah yang luar biasa. Mungkin kata Paulo Coelho tentang hukum keramahtamahan adalah benar adanya.

Satu tahun disana menyadarkanku bahwa kita tidak perlu kawatir berada ditempat yang baru selama kita bertindak sopan dan kita masih punya mulut untuk bertanya dan berbicara.

Tahun 2014 aku meninggalkan SMP Yos Sudarso dan Sanggau. Aku Kembali ke Yogyakarta dan aku berusaha mencari pekerjaan di Yogyakarta. Hampir 6 bulan aku belum mendapatkan pekerjaan dan memang benar bahwa “bekerja itu lelah tetapi mencari pekerjaan itu lebih melelahkan”.  

Tahun 2015 aku mencoba hal baru di bidang perhotelan. Ya, aku pindah ke Jakarta dan aku bekerja sebagai HR Admin di Corporate Hotel Santika. Aku harus kembali beradaptasi dengan segala sesuatu yang baru lagi. Kata orang, Jakarta itu keras! Benar sekali. Di Jakarta aku tidak hanya belajar tentang hal baru tentang perhotelan, tapi aku juga belajar bahwa harus bisa membagi waktu dengan baik, bisa lebih tegas terhadap diri sendiri dan orang lain, lebih mandiri, lebih mau belajar hal baru dan lebih menghargai waktu.

Di Jakarta aku juga semakin menyadari bahwa ada banyak orang baik di sekitarku, tapi aku tetap harus berhati-hati. Aku pernah kehilangan uang dan laptop kantor dan justru aku sendiri yang dituduh menggunakan uang dan mengambil laptop tersebut. Setelah diusut selama beberapa minggu, setelah hampir selalu pulang malam karena introgasi yang sangat melelahkan dan penuh air mata, akhirnya pencurinya tertangkap. Pencurinya adalah Pak Satpam yang amat sangat ramah sekali. Aku dan teman-teman sama sekali tidak menyangka. Hal ini mengingatkanku bahwa kita memang benar-benar tidak bisa judge a book by its cover.

Tahun 2017 aku pindah ke Purwokerto, dan kembali pada passion ku. Aku kembali mengajar di SD 3 Bahasa Putera Harapan, salah satu SD yang terkenal di Purwokerto. Aku harus beradaptasi lagi dengan lingkungan yang baru, orang-orang yang baru dan pekerjaan yang baru.

Dan sekarang, dengan adanya pandemi, aku dan semua orang harus beradaptasi lagi. Beradaptasi dengan cara hidup dan juga dengan pekerjaan.


Hidup memang benar-benar tentang sebuah perjalanan, pilihan dan adaptasi.

Dengan beradaptasi kita bisa tetap hidup.

Saat masih hidup kita bisa membuat pilihan yang juga harus bisa kita pertanggungjawabkan.

Kita juga bisa membuat pilihan untuk tetap di zona nyaman atau keluar dari zona nyaman.

Saat masih hidup kita bisa melakukan perjalanan yang membuat kita lebih mensyukuri hidup ini, dan menyadarkan kita bahwa dunia itu sangat indah dan luas.

 

 

Selasa, 19 Oktober 2021

Nilai Sempurna Achi

 

Achi berjalan sendirian dengan sangat lesu dan sedih. Sinar matahari yang menyengat, bekal air minum dan uang saku yang habis rasanya menambah kesedihannya. Seragam merah dan putih yang ia kenakan juga berantakan. Teman-teman yang lain sudah pulang duluan.
            Tadi, sebelum pulang, Bu Sri memanggil Achi untuk datang ke ruang guru.

“Kamu ada masalah apa, Achi? Mungkin kamu bisa cerita ke Ibu.” kata Ibu Sri. Dengan muka bingung, Achi menggelengkan kepala. Bingung, kenapa tiba-tiba Ibu Sri menanyakan hal tersebut. Lalu Bu Sri memberikan selembar kertas, hasil penilaian pelajaran Matematika. Angka 30 menghiasi bagian atas kertas tersebut. Achi tidak tahu, harus berkata apa dan dia juga tidak tahu harus menjelaskan apa kepada Ibunya.

Sesampainya di rumah, Achi langsung memberikan kertas tersebut kepada Ibunya.

“Maaf bu!” kata Achi lesu. Ibu langsung mengambil kertas tersebut, dengan muka kaget Ibu langsung bertanya, “Ini kenapa nilai kamu seperti ini Achi? Bisa cerita ke Ibu?”

“Aku ngga tau, Bu. Maaf.” jawab Achi singkat.

“Coba Ibu lihat buku latihan Matematika kamu.” kata Ibu. Achi langsung mengambil buku latihan Matematika yang ada di tas lalu menyerahkan kepada Ibunya. Ibu melihat semua hasil pekerjaan di buku tersebut.

“Ini, kamu bisa mengerjakan semua latihan ini bahkan tulisan sangat rapi, tidak ada bekas coret-coretannya. Lalu kenapa kamu tidak bisa mengerjakan saat penilaian?” tanya Ibu dengan penasaran. “Rasanya baru kali ini kamu mendapat nilai seperti ini? Kemarin-kemarin juga tidak ada laporan apa=apa dari Bu Guru.” tambah Ibu.
            Masih diam, Achi mengambil satu buku lagi dari dalam tasnya. Tanpa berkata apa-apa, Achi menyerahkan buku tersebut ke Ibunya.

“Maaf bu, aku mau mengaku dosa. Achi udah nggak jujur Bu. Jadi beberapa waktu yang lalu Achi menemukan buku Kak Nadine. Setelah aku lihat-lihat ternyata soal-soalnya sama dengan soal-soal yang selama ini Bu Guru berikan padaku. Jadi setelah itu, Achi selalu mencontek dari buku Kak Nadine ini dan Achi ngga pernah belajar, ternyata Achi nggak bisa ngerjain soal pada saat penilaian. Maaf bu!” kata Achi dengan lesu.

“Achi, Ibu kecewa lho sama kamu. Kamu nggak jujur sama diri kamu sendiri. Kamu bisa mengerjakan soal-soal latihan itu tanpa melihat buku kayak kamu. Kalau kamu mencontek saat mengerjakan latihan, kamu pasti akan kesusahan saat mengerjakan soal penilaian. Kalau nilai kamu seperti ini, siapa yang rugi? Kamu sendiri kan?” kata Ibu.

“Iya bu. Maaf. Achi janji nggak akan melakukan hal seperti ini lagi!” jawa Achi.

“Ingat ya Achi, kalau kamu nggak jujur, yang rugi adalah kamu sendiri.” kata Ibu.

Sejak saat kejadian itu, Achi selalu bertindak jujur. Dia tidak pernah mencontek buku Kak Nadine lagi. Dia mengerjakan sendiri soal-soal yang diberikan oleh Bu Guru. Achi selalu ingat akan kata-kata Ibunya bahwa,”kalau kamu tidak jujur, yang rugi adalah kamu sendiri.”

Siang itu Achi berjalan dengan santai. Siang yang sama seperti beberapa hari sebelumnya, dengan bekal air minum dan uang saku yang habis juga, tapi hatinya tenang. Dilihatnya hasil lembar penilaian pelajaran Matematikanya. Nilai 75 menghiasi bagian atas kertas tersebut. Nilai yang jauh dari kata sempurna, tapi dengan sempurna dia bertindak jujur.

 


 

Senin, 18 Oktober 2021

Refleksi PD 2

Hari Sabtu, 16 Oktober 2021, ada PD ke 2 yang dilaksakan di gedung Secondary. 
Materi yang kedua adalah tentang Refleksi Quarter 1 yang dibawakan oleh Ibu Capri. 

Ada 1 pertanyaan refleksi yang harus kami jawab, yaitu tentang perubahan yang terjadi setelah 3 bulan ini? Tentunya ada banyak sekali perubahan dalam 3 bulan ini. Tahun ini adalah tahun pertama kami menggunakan Pearson, tahun pertama sebagai sekolah SPK, dan tahun ini, masih pembelajaran online. 

Jadi, apa perubahan dalam 3 bulan ini? 

Tahun ini, penggunaan buku cetak lebih flexible karena sudah ada e-book yang bisa saya buka setiap saat. Tahun ini, saya juga memaksakan diri untuk belajar dan menggunakan aplikasi-aplikasi permainan yang menarik supaya anak-anak tidak bosan. Tahun ajaran sebelumnya (juga sudah online), alur dari kegiatan belajar hampir selalu sama. Kami menggunakan buku yang sama dengan tahun sebelumnya. Buku harus ada saat saya mengajar, karena memang tidak ada e-book. Aplikasi yang saya gunakan juga seadanya, bahkan jarang menggunakan aplikasi-aplikasi permainan dsb. 

Selain itu, 3 bulan ini kami juga sudah terbiasa dengan 10 menit reading time. Untuk bahan bacaan di kelas 1, saya merasa sangat terbantu dengan adanya ActiveLearn. Setiap reading time saya selalu menggunakan cerita-cerita yang ada di platform tersebut. Platform tersebut sangat membantu karena kita bisa memilih bacaan untuk tiap level. Untuk kelas 1, masih full of pictures yang sangat menarik, kata-kata simple dan ada beberapa soal yang berhubungan dengan bacaan tersebut. Tahun sebelumnya (saat sudah online), kami tidak ada reading time, jadi ketika pelajaran 1, langsung masuk ke materi. Tetapi, saat sebelum online, kami juga ada reading time. 

Tahun ini, kami juga dituntut untuk lebih bisa beradaptasi dengan banyaknya perubahan yang ada. Mulai dari jam kerja sampai dengan acara kesiswaan. Kami seperti menjadi EO, sampai sempat terpikir, "Kenapa sekolah tidak hire orang untuk menjadi EO saja, lalu para guru jadi pelaksananya?" Karena sekarang ini menyiapkan suatu kegiatan benar-benar membutuhkan proses yang panjang, harus benar-benar mendetail dan kadang menguras emosi. Tapi seiring berjalannya waktu selama 3 bulan ini, rasanya kami bisa menyesuaikan diri, kami bisa beradaptasi. Dan semoga kami bisa survive :) :)
Kami, eh saya jadi lebih menyadari bahwa kerjasama tim itu sangat penting. Dan, tidak ada salahnya memberi masukan kepada teman. 

Tahun ini kami juga dituntun untuk bisa lebih mandiri dan kreatif. Ada banyak hal yang bisa kami pelajari. Dulu, kalau tidak tahu atau tidak bisa, saya bisa bertanya ke teman terlebih dahulu, kalau sama-sama tidak bisa, kami googling. Kalau sekarang, saya tahu dan sadar bahwa semua temna-teman juga sibuk, jadi saya memaksakan diri saya sendiri untuk belajar/mencari informasi secara mandiri. Tahun ini saya juga belajar cara membagi dan manage waktu dengan lebih baik, ya walaupun rasanya saya belum bisa membagi waktu dengan baik sih. 

Tahun ini, saya sudah terbiasa dengan adanya morning briefing yang dilaksakan setiap jam 7 dan diikuti oleh semua guru dan karyawan. Saya rasa morning briefing ini membantu saya untuk lebih mengenal satu sama lain dan juga mengetahui informasi-informasi yang ada di sekolah. Setiap siang juga diadakan closing briefing. Closing briefing ini juga sangat membantu saya mengupdate tugas-tugas/kegiatan sekolah yang ada. Awalnya, saya tidak begitu suka dengan adanya morning briefing ini, karena setiap pagi rasanya tergesa-gesa harus segera join zoom dan setiap sore seringnya pulangnya tidak on time. Tapi seiring berjalannya waktu dan proses selama 3 bulan ini, rasanya tidak ada masalah dengan adanya morning briefing dan closing briefing karena dua kegiatan tersebut sangat membantu saya untuk update informasi sekolah. 


Senin, 04 Oktober 2021

135 Detik untuk Delia

 

135 Detik Untuk Delia

 

              Delia, gadis cantik dan berprestasi kelas 5 SD Taruna Bakti. Dia mempunyai banyak teman dan prestasi yang cukup membanggakan. Beberapa kali dia mewakili sekolahnya untuk lomba lari, dan hasilnya? Pasti dia mendapat juara pertama.

              Prestasi akademik Delia juga memuaskan. Dia selalu berada di peringkat 10 besar. Teman, keluarga dan guru sangat bangga pada Delia.

              Akhir bulan ini Delia akan mengikuti lomba lari tingkat Provinsi jadi Delia benar-benar harus rajin berlatih. Selain itu Delia juga harus disiplin dalam membagi waktu, waktu untuk belajar, berlatih lari, bermain bersama teman-teman dan waktu bersama keluarga.

              “Delia, nanti sore kamu bisa ikut mengerjakan tugas Matematika?” tanya Tasya sebelum pulang sekolah.

              “Hmm...nanti sore ya?” tanya Delia dengan ragu.

              “Iya, habis itu teman-teman berencana pergi ke kolam renang. Ikut yuk!” kata Tasya lagi. ‘Waah ke kolam renang sama teman-teman? Udah lama banget nih ngga renang bareng teman-teman. Tapi nanti sore ada latihan lari lagi. Ahh tapi latihan lari masih bisa besok lagi kok’ batin Delia dalam hati.

              “Ok, Tasya. Nanti aku ikut mengerjakan tugas dan ke kolam renang ya!” jawab Delia.

Sore itu Delia, Tasya dan teman-temannya mengerjakan tugas Matematika lalu berenang bersama.

              “Kamu akhir bulan ini ada lomba lari ya?” tanya Rara tiba-tiba.

              “Iya ni. Semoga menang lagi!” jawab Delia.

              “Kamu latihan hari apa aja?” tanya Rara lagi.

              “Hmm...sebisaku aja sih, kebetulan Ayah ku sendiri yang menjadi pelatihku, jadi yaa sebisaku. Sebenarnya hari ini latihan, tapi aku bilang ke Ayah kalau kita mau mengerjakan tugas, jadi ngga latihan deh!”jawab Delia.

              “Lhaa..Hari ini seharusnya kamu latihan ya? Kok kamu ngga bilang? Kamu ngga jadi latihan gara-gara aku ajak mengerjakan tugas Matematika ya?” tanya Tasya.

              “Enggak kok. Santai aja.” jawab Delia.

              ***

              “Kok baru pulang?” tanya Ayah Delia.

              “Iya, baru selesai, Yah.” jawab Delia sambil membereskan barang-barangnya.

              “Delia, jangan lupa ya. Akhir bulan kamu ada lomba di Provinsi. Kamu harus berlatih lebih rajin dan giat ya.” kata Ayah Delia mengingatkannya.

              “Iya, Yah. Aku ingat.” jawab Delia sambil lalu. Dalam hati, Delia berjanji bahwa besok dia akan mulai latihan untuk lomba lari.

              Tapi ternyata Delia terlalu asyik bermain dengan teman-temannya. Bermain dengan mereka lebih menyenangkan daripada latihan lari sendirian. Delia selalu menunda untuk mulai latihan lari. Dalam satu bulan dia hanya berlatih 2 kali, itupun hanya sebentar karena dia sudah tidak sabar untuk bermain dengan teman-temannya.
              “Ayah...itu lomba lari 100 meter kan? Ah kecil yah, aku hanya membutuhkan 30 detik untuk berlari sejauh itu.” jawab Delia ketika Ayahnya mengingatkan untuk berlatih.

              “Delia, ini perlombaan lho. Ini bukan lari dengan teman-teman sekolah kamu. Semua peserta lomba adalah pelari lho.” kata Ayah.

              “Iya, Ayah. Besok siang aku akan berlatih!” jawab Delia.

              Dua hari sebelum perlombaan, Delia fokus berlatih. Berlari 100 meter rasanya sangat jauh baginya, bahkan belum ada 100 meter nafasnya sudah terengah-engah.

              “Yaampun, kok capek banget ya yah?”kata Delia sambil melihat stopwatch yang dibawa Ayahnya, “Hah...60 detik??” tanya Delia tidak percaya.
              “Iya! 60 detik.” jawab Ayahnya. Delia mulai panik, kenapa dia jadi lambat dan juga susah mengatur nafas? Selama ini, lari 100 meter adalah hal yang sangat mudah baginya. Sore itu dia berlatih terlalu keras, dan tiba-tiba, “aduhhh….Ayahh! Tolong!” teriak Delia. Ternyata kakinya terkilir. Untuk jalan saja susah, bagaimana dia mau ikut lomba?

              “Udah, ngga usah ikut lomba! Kamu ngga bisa lari dalam keadaan kayak gini!” kata Ayahnya.

              “Ngga! Aku akan tetap ikut lomba, Yah!” jawab Delia sambil meringis kesakitan.

              Hari perlombaan pun tiba. Delia sudah siap, siap untuk segala kemungkinan yang terjadi. Peluit tanda lomba lari sudah dibunyikan. Delia, dengan sekuat tenaga berlari, kakinya masih terkilir, justru lebih parah karena dia paksakan untuk terus berlari. Benar kata Ayahnya, semua peserta lomba ini adalah pelari.

              Delia masih ada di tengah lapangan ketika dia melihat beberapa lawan lomba nya sudah ada di garis finish. “Yang penting sampai garis finish!” kata Delia dalam hati.

              Dengan susah payah, akhirnya Delia sampai ke garis finish dalam waktu 135 detik. Dia sadar, bahwa dia tidak akan memenangkan perlombaan ini.

              “Maaf ya, Ayah.” kata Delia sambil memeluk Ayahnya, tak terasa air mata membasahi wajahnya yang sudah penuh dengan keringat.
              “Ngga apa-apa, Delia. Yang penting kamu sudah berusaha dan kamu mendapatkan pembelajaran dari kejadian ini. Selama ini kamu sudah menjadi yang terbaik diantara teman-teman kamu, tapi kamu tetap harus berlatih secara disiplin dan kamu harus bisa membagi waktu kamu dengan baik.” jawab Ayah.
              “Iya, Ayah!” jawab Delia. Lalu mereka berdua meninggalkan arena lomba lari tersebut.


 



Kamis, 30 September 2021

Indri ingin Menang Sendiri

   Pelajaran pertama hari ini adalah olahraga. Pelajaran yang paling disukai anak-anak karena mereka bisa berlari-lari dan tidak perlu duduk diam di kelas. Anak-anak sudah berbaris rapi di lapangan basket.

“Anak-anak, hari ini kita akan bermain basket!” kata Pak Pur, dan disambut dengan sorak-sorai anak-anak. Mereka sangat suka bermain basket. Lalu Pak Pur membagi anak-anak kelas 6 menjadi 2 tim. Yang sedang tidak bermain, bisa menjadi suporter bagi tim mereka. 

Kapten dari tim pertama adalah Indri dan tim kedua adalah Puji. Indri dan Puji termasuk atlet di sekolah itu. Hampir semua cabang olahraga bisa dikuasai oleh mereka berdua.

Tim pertama dan tim kedua segera pemanasan sebelum melaksanakan pertandingan. Tidak lupa Indri dan Puji juga memberitahu tim mereka trik-trik saat nanti bertanding.

Prittt….prittt….pritt….. “Ayo segera berkumpul dan menempati posisi masing-masing, pertandingan akan segera dimulai.’’ kata Pak Pur. Anak-anak langsung menempati posisi mereka. Para suporter juga langsung menuju sekitar lapangan basket.

Pertandingan antara tim Indri dan tim Puji sangat seru. Skor kedua tim pun saling kejar. Permainan Indri sangat bagus, tapi dia terlalu menguasai bola. Dia jarang mengoper bola basket ke teman-temannya. 

“Indri...Indri siniii…” berkali-kali teriakan itu terdengar di lapangan.

“Indri, oper bola ke temannya.’’ hampir berkali-kali Pak Pur meneriakan hal tersebut ke Indri. Tapi ternyata Indri asyik main sendiri. 

Sasha dan Emily, anggota tim Indri mulai saling pandang. “Kok dia jadi main sendiri sih? Ngga mau oper bola ke kita!” bisik Sasha

“Iya, kenapa sih? Atau karena dia merasa paling bisa main basket diantara kita?” Tanya Emily.

Pertandingan semakin seru dan panas, waktu bermain masih 10 menit, dan skor mereka masing saling kejar. Tapi, ternyata Indri sudah kelelahan karena dari tadi dia tidak mau mengoper bolanya kepada teman-temannya. Skor tim Indri tertinggal jauh dari tim Puji.

Prittt...prittt...prittt…. Tanda permainan sudah selesai. 

"Huhh...gimana sih kalian? Kita kalah kan!” kata Indri kepada teman-temannya.

“Kamu tu yang gimana? Jelas-jelas ini permainan basket, ini permainan tim, kerja sama, kamu ngga bisa main sendiri!” kata Emily

“Kalian lihat kan, dari tadi aku berjuang sendirian, kalian dimana?” tanya Indri dengan nada marah

“Kami dimana? Jelas-jelas dari tadi kami sudah berteriak-teriak supaya kamu mengoper bola kepada kami lho! Kamu aja yang egois, maunya main sendiri!” jawab Sasha.

“Kalian ya …” kata-kata Indri terhenti karena tiba-tiba Pak Pur datang. 

“Indri, dalam bermain basket kamu tidak bisa bermain sendiri, kamu tidak bisa ingin menang sendiri, karena ini permainan yang memerlukan kerja sama. Walaupun kamu bisa bermain basket dengan sangat bagus, kamu bisa berlari dengan kencang, tapi kalau kamu tidak bisa bekerjasama, itu percuma.’’ kata Pak Pur. 

“Iya, Pak Pur. Indri maunya menang sendiri. Pasti karena dia bisa bermain basket, terus jadi ngga nganggap kita. Jadi kita kalah deh. Dia ngga mau kerja sama sih!” tambah Emily lagi. 

Indri hanya terdiam, dia melihat teman-temannya. Lalu dia melihat timnya Puji. Mereka terlihat sangat kompak. Indri lalu menyadari bahwa dia terlalu egois dan dia tidak mau bekerja sama dengan teman-temannya.

“Maaf ya teman-teman, aku tidak bekerjasama dengan kalian, tim kita jadi kalah deh! Jujur, aku memang mau menunjukan kepada semua orang bahwa aku bisa bermain basket dengan sangat bagus dan aku bisa berlari dengan sangat cepat. Maaf ya.’’ kata Indri dengan menyesal

"Sudah-sudah, ini kan sudah berlalu, yang penting besok lagi kita harus bisa bekerjasama jadi kita bisa mendapatkan hasil yang lebih bagus.’’ kata Sasha.



 


Minggu, 26 September 2021

Sajadah Ayah Saka

Hari Jumat ini, Saka dan teman-temannya akan mengerjakan tugas Seni Musik di rumah Saka. Mereka diminta membuat miniatur sebuah panggung pertunjukan musik. Sepulang sekolah, Saka, Andre, Imam dan Arya membeli peralatan yang akan digunakan untuk membuat tugas tersebut. Setelah itu mereka langsung menuju rumah Saka. 

Hidangan makan siang yang lengkap sudah tersedia di meja makan. 

“Wahh, terimakasih sekali tante, tau aja kalau kami sudah lapar’’ kata Andre sambil melihat hidangan lengkap yang ada di meja makan. Saka menaruh peralatan yang akan mereka gunakan untuk membuat miniatur panggung, ganti baju, lalu menuju meja makan. 

“Yuk kita makan dulu, teman-teman!” ajak Saka sambil hendak mengambil piring. 

“Eitts, semuanya harus cuci tangan terlebih dahulu ya, berdoa lalu makan.’’ kata Ibu Saka tiba-tiba. Lalu Saka dan teman-temannya bergantian menuju kamar mandi untuk cuci tangan. Setelah semua cuci tangan, mereka berdoa lalu makan. Walaupun mereka berbeda keyakinan, di sekolah mereka juga selalu makan bersama dan saling mengingatkan untuk selalu berdoa sebelum dan sesudah makan. 

Selesai makan, mereka langsung menaruh piring-piring kotor di tempat cucian piring dan mulai membuat panggung miniatur. Mereka asyik berkreasi membuat miniatur panggung pertunjukan musik. Tidak terasa waktu sudah menunjukan pukul 5 sore, tugas mereka sudah hampir selesai. 

“Teman-teman, aku pulang dulu ya. Udah mau maghrib.’’ kata Imam sambil merapikan barang-barangnya. Belum selesai Imam merapikan barangnya, hujan turun dengan derasnya, disambut angin dan petir. 

“Eh hujan kayak gini, nanti aja pulangnya. Biar Ibuku ngasih tau kalau kalian masih di sini ya.’’ kata Saka lalu mencari Ibunya. Ibu Saka sudah menghubungi orang tua Andre, Imam dan Arya. Nanti Ayahh Saka akan mengantar mereka bertiga pulang. 

Tepat saat adzan berkumandang, Saka dan teman-temannya menyelesaikan tugas mereka. Hujan masih cukup deras. 

‘’Aku sama Arya mau ke masjid dulu ya. Ini udah ngga deras kok.’’ kata Imam sambil bersiap keluar rumah.
“Eh masih hujan ini, biar diantar Ayah ku aja ya.” kata Saka. Tiba-tiba Ayah Saka keluar dari kamar sambil membawa sebuah benda, ‘’Kalian sholat disini saja. Ini pakai sajadah punya om.’’ kata Ayah Saka. 

“Kok Ayah punya sajadah?” tanya Saka heran. 

“Loh, Om kok punya sajadah? Kan Om beragama Hindu?” tanya Arya bingung.

“Iya, teman-teman Om banyak yang beragama muslim. Dulu waktu belum menikah dan tinggal di kost, teman-teman Om sering main, jadi Om siapkan sajadah, biar mereka bisa berdoa di kostnya Om.” jawab Ayah Saka. 

“Wah, Ayah kamu keren sekali, Sak!” kata Andre. 

“Sekarang Imam dan Arya shalat dulu di kamarnya Saka. Nanti habis itu, Om antar kalian semua pulang ke rumah.’’ kata Ayah Saka. 

“Terimakasih, Om.’’ kata Imam dan Arya hampir bersamaan. 

Imam dan Arya segera mengambil air wudhu di kamar mandi, lalu shalat di kamar Saka. Selesai shalat, Ibu Saka sudah menyiapkan makan malam untuk mereka. Mereka makan bersama, selesai makan, Ayah Saka mengantar Andre, Imam dan Arya pulang. Saka dan teman-temannya senang sekali karena tugas mereka sudah selesai. 





Senin, 13 September 2021

Kertas untuk Kei

Hari ini anak-anak kelas 2 sudah tidak sabar untuk mengikuti pelajaran Art&Craft. Kemarin Pak Ian, guru Art&Craft, sudah mengingatkan bahwa anak-anak harus membawa kertas asturo, spidol dan juga aneka hiasan yang bisa digunakan. 

Pelajaran yang anak-anak tunggu pun tiba juga. Semua sudah mempersiapkan peralatan mereka di atas meja. Beraneka macam warna kertas asturo dan hiasan ada di kelas itu. Ada yang membawa gliters, beraneka macam pita, dan stikers. 

Pak Ian langsung menjelaskan apa yang harus mereka buat dengan kertas asturo, spidol dan hiasan-hiasan tersebut. Semua anak langsung mengerjakan dengan gembira. Ada yang saling melihat pekerjaan teman-teman yang lain. 

"Kei, ayo dikerjakan dulu tugasnya! Peralatanmu mana?" tanya Pak Ian pada Kei. Kei hanya diam saja, melihat Pak Ian dan tidak lama kemudian air mata mengalir dari matanya. ''Lhoh kamu kenapa? Kok malah nangis?'' tanya Pak Ian lagi. 

Melihat Kei yang menangis, teman-teman Kei langsung menghampiri Kei. 

''Mungkin dia tidak membawa kertas, Pak!'' jawab Kleon. 

"Oh iya, Pak. Mungkin dia tidak membawa peralatannya Pak. Kei, ini pakai punyaku aja. Aku bawa 2 kok.'' kata Eva. 

"Oh, kamu tidak membawa peraalatan ya? Kenapa? Kan dari kemarin sudah Pak Ian ingatkan untuk membawa peraalatan.'' tanya Pak Ian. 

Tangis Kei semakin pecah. Kelas menjadi semakin riuh. Semua teman-teman mendatangi Kei. 

''Kei, besok lagi jangan lupa siapkan peralatan yang harus kamu bawa ke sekolah ya. Sekarang kamu bisa pakai kertasnya Eva atau kertasnya Pak Ian ini.'' kata Pak Ian sambil memberikan kertas untuk Kei. 

Tangis Kei tetap pecah, dia tidak mau menerima kertas pemberian teman-temannya dan pemberian Pak Ian. Dia tidak mau melakukan apa-apa, hanya menangis. 

"Mama mana? Aku nunggu Mama. Kenapa Mama ngga bawain kertas untukku?'' tanya Kei sambil menangis. Pak Ian dan teman-teman membujuk Kei supaya mau menggunakan kertas milik teman-teman atau milik Pak Ian, tapi Kei tetap tidak mau dan hanya menangis. 

Tiba-tiba Chloe keluar kelas sambil membawa kertas asturo. ''Mau kemana kamu?" tanya Pak Ian. 

''Mau ke toilet, Pak.'' jawab Chloe. Lalu Chloe keluar kelas. Tidak lama kemudian dia masuk kelas lagi dan mendatangi Kei. 

''Kei, ini kertas asturo kamu, tadi waktu aku ke toilet ketemu sama mama kamu. Mama kamu nitip ini buat kamu. Sepertinya mama kamu tergesa-gesa, jadi langsung pergi.'' kata Chloe sambil menyodorkan kertas asturo berwarna merah muda, warna kesukaan Kei. 

"Benarkah? Tadi mama kesini?'' tanya Kei lagi.

''Iya. Yuk sekarang kita bikin prakarya. Ngga usah nangis lagi.'' kata Chloe. 

Chloe segera duduk di kurisnya dan melanjutkan mengerjakan prakarya. Kelas menjadi kondusif lagi. Teman-teman yang lain juga kembali fokus mengerjakan prakarya mereka masing-masing. Kei, dengan mata yang masih sembab mulai mengerjakan prakaryanya. 

''Thank you, Chloe. You've got such a kind heart!''








Minggu, 15 Agustus 2021

Write Your Paragraph


 Source: Bing English Plus 4 Pupil's Book, page 16


Now, write a paragraph. It can be about your friend, relative or teacher.
(Please write your paragraph in the comment box below.)

Steps:

1. Write a title

2. Write a topic sentence. 

3. Write 3 detail sentences. 

4. Write a final sentence. 


Example:

My favourite teacher is Ms. Diana. 

Ms. Diana teaches Science. Ms. Diana has got short and straight hair. She is very humble and kind. She always explains the materials clearly. I am very happy to have a teacher like Ms. Diana.

One day, I will be a teacher like Ms. Diana.

Jumat, 13 Agustus 2021

Merdeka Mengajar #1


Sebagai seorang guru, kata-kata "merdeka mengajar" masih menjadi tanda tanya besar bagi saya.

 Apakah maksud dari merdeka mengajar? 
 Menurut Theofilus Wage dalam bukunya yang berjudul ''Menjadi Guru Merdeka'', ada beberapa ciri/kriteria guru yang merdeka, yaitu guru bebas dari beberapa hal, yaitu: 
 1. rasa takut 
 2. ingin menjadi seperti 
 3. ketergantungan kepada pihak lain. 

 Dan juga bebas untuk: 
1. mencari kedalaman diri. 
2. mengambil bukan hanya kesimpulan tetapi kedalamandan kearifan. 
3. mengembangkan kedalaman tugasnya. 
4. mengembangkan profesinya. 
5. mengemukakan pendapat dan berorganisasi. 
6. menjaga harga diri 
7. memberdayakan. 

 Tetapi, sekoalah jaman sekarang/orang tua jaman sekarang mungkin berbeda dengan jaman dahulu. Jaman dahulu, rasanya biasa dimarahi oleh guru, mungkin kalau sekarang ada beberapa ortu yang protes atau marah-marah ke guru, terlebih lagi masa pandemi ini. 
Sekolah online, anak-anak di rumah, ortu wfh, jumlah anak zoom banyak, anak ngga memperhatikan, dan masih banyak hal lagi. Lalu ortu protes ke guru. 
Guru pasti ada rasa takut dan sebel juga kan ya. 

Guru juga bebas untuk mengembangkan diri dan mengembangkan profesinya. Tapi dibalik seorang guru, tugas tidak hanya mengajar, tapi ada rapat, ada kegiatan sekolah yang kadang membutuhkan waktu dan tenaga yang luar biasa, koordinasi dengan ortu, ngecek tugas siswa dan tentunya menyiapkan materi. Nah kadang menyiapkan materi justru terakhir karena adanya begitu banyak tugas sekolah yg harus dilaksanakan dan diselesaikan. 

 
Semoga saya bisa menemukan makna merdeka mengajar!

Rabu, 02 Juni 2021

HARAPAN

Harapan akan selalu ada bagi orang yang masih punya impian.

MENTARI

Akan selalu ada harapan baru bersama dengan terbitnya sang mentari.

PERJUANGAN

Tidak ada yang sia-sia dari sesuatu yang sudah kita perjuangkan.

KESUKSESAN

Kesuksesan ditentukan oleh diri kita sendiri

Rabu, 19 Mei 2021

GELOMBANG


 

Apasihh? 

Sampai banyak monsternya! Hahahaa. 

GELOMBANG


 

MANTAN FRATER KETEMU CALON MERTUA

 

  Langsung cek di yutube yes! https://youtu.be/5D3pxhl80_Q

Wah jurusan surgawi yaa...

Jurusan surgawi donggg! 

Yaampunnn! 


Cerita apasih itu berdua, ngga jelas banget lah! 

Yuk, langsung aja liat di yutube, jangan lupa like n subscribe yes. Hihii.. Thank you. 

https://youtu.be/5D3pxhl80_Q

SAHABAT

 


Ehh..

Apasih?

Kalau cuma temen, berarti boleh dong ngambil pacar orang? Hahaha..Apasih?

Sebenarnya bukan tentang sahabat atau teman jadi boleh ngambil pacar orang ya! 

Sebenarnya bukan tentang ''ngambil'' pacar juga ya, tapi ada ''dia mau, aku ngerespon'' atau sebaliknya ''aku mau, dia ngrespon''. 

Pernah diposisi itu? Sama! Aku juga pernah! 

Tau kalau dia sudah punya pacar? Tahu sih! 

Kok lanjut? Karena kata-katanya manis sekali. Hahaa!

Tapi, apapun itu, sesuatu yang diawali dengan sebuah kesalahan, tidak akan bertahan untuk selamanya. 


MAAF

 


HAHAHA! Apasih??

FRATER GAGAL KARENA CEWEK?

 


Dulu, dengar ada Frater yang keluar, langsung sedih gitu. Apalagi Frater yang aku kenal atau malah deket sama aku gitu ya. Langsung bertanya-tanya, ''yaampun, kenapa keluar? kok bisa sih? yaampun sayang ya? (kamu sayang sama Frater nya gitu maksudnya? Haha!)''. Lalu pertanyaan lain yang mucul adalah, ''ih, dia deket sama ini ya? ih jangan-jangan karena dia ya? ih mereka udah pacaran ya?'' 

Hahaha! Oposih, Astri, astri! Rajelas! 

Jadi, entah frater itu keluar karena apa, pasti sudah dipikirkan baik-baik dan matang-matang dengan segala pertimbangannya ya. Kita (umat) sih apa? Bisa mendoakan aja lah. 

Lalu, apakah (semua/sebagian) Frater keluar karena cewek? 

Yuk, cek di yutube ini, langsung klik linknya, jangan lupa, like n subscribe yaa...hihii. 

https://youtu.be/3qCQQUR6cuk



Minggu, 16 Mei 2021

Jumat, 14 Mei 2021